ADSENSE HERE!
Setahunnya perjalanan pemerintahan yang di tungaki oleh salam 2 jari Jokowi dan JK, Berbagai Pendapat telah keluar, baik dari pakar politik ataupun dari pakar Hukum Tata Negeara. Problematiak seolah-olah tak mau pergi dari bangsa Indonesia. Beberapa Kasus belum selesai, persoalan Kabut Asap masih dalam tarap negosasi dan mencari jalur untuk menyelesaikan dan menyelamatkan korban.
Di satu sisi pendidikan di Indonesia cukup memperihatinkan, beberapa peraturan telah di buat dan ada juga masih dalam sekenario pemerintah. Kini Pemerintahan Jokowi dan JK di pertanyakan masalah Dunia pendidikan Saat ini, Beberapa Forum Ada mencoba menilai perjalanan presiden dari segi pendidikan, inilah salah satu kutifan wawancara dengan FSGI-Federasi Serikat Guru Indonesia.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) dan Serikat Guru Jakarta (SEGI
Jakarta) menilai ada beberapa perbaikan dalam kebijakan pendidikan,
selama satu tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
Menurut FSGI, itu bisa dilihat dari UN
yang tidak lagi dipakai sebagai syarat kelulusan, dan mengembalikan
penilaian kelulusan pada guru dan sekolah. Mendikbud Anies Baswedan juga
telah mengeluarkan Permendikbud 23/2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti
yang mengarahkan siswa pada semangat cinta bangsa.
“Memang sudah ada perubahan, sayangnya
masih ada praksis-praksis pendidikan yang kurang pas karena kebijakan
pendidikan ini belum terkoneksi satu sama lain,” kata Doni Koesoema A,
dari Dewan Pertimbangan FSGI dalam siaran persnya, Senin (26/10).
Sementara praktisi dan konsultan
pendidikan, Itje Chodidjah menilai proses revisi kebijakan Kurikulum
2013 tidak berjalan dengan lancar. Meskipun sudah melibatkan publik,
revisi kurikulum 2013 belum ada kemajuan yang berarti.
“Bila hal-hal fundamental, seperti
Konsep KI dan KD tidak direvisi, persoalan Kurikulum 2013 akan terjadi
berlarut-larut. Ini semua akan membingungkan guru. Secara teknis, mereka
yang masih melaksanakan Kurikulum 2006 kesulitan menemukan buku-buku
pelajaran di lapangan” sambung Itje.
Sekjen FSGI, Retno Listyarti juga
memberikan penilaian. Menurutnya kebijakan terkait dihapusnya UN sebagai
penentu kelulusan harus diapresiasi sebagai bentuk perwujudan janji
Jokowi ketika kampanye.
“Namun, harus tetap dikritisi karena
tetap dijadikan penentu masuk ke jenjang yang lebih tinggi. Kebocoran UN
SMA 2015 digoogle drive tidak jelas penyelesaiannya dan tidak memberi
efek jera pada pembocor, dan belum ada pengusutan secara tuntas,“ kata
Retno.
Kebijakan penumbuhan budi pekerti yang
seharusnya memperkuat nilai-ilai kebangsaan sebagaimana pesan nawacita
ke-9 menjadi bersifat seremoni dan ritual, karena kurang adanya
sosialisasi dan panduan yang jelas, sehingga sekolah banyak memiliki
penafsiran berbeda satu sama lain.
“Kegiatan membaca buku 15 menit untuk
memperkaya wawasan malah banyak dipraktekan dengan membaca al quran
sebelum pembelajaran dimulai. Prinsipnya baca atau iqro. Sedangkan
menyanyikan lagu wajib nasional atau lagu daerah setiap hari sebelum dan
sesudah pembelajaran berakhir juga pada praktiknya sulit dilaksanakan.
Hasil evaluasi siswa menyatakan bahwa mereka malah menjadi jenuh. Perlu
ada kebijakan lebih lanjut agar penumbuhan budi pekerti efektif,”
sambung Retno. (esy/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.