ADSENSE HERE!
Penegakan Hukum Kebakaran Hutan Jangan untuk Pencitraan

Selamat pagi dan selamat berjumpa kembali...kabar hari ini adalah mengenai permasalahan kabut indonesia yang belum selesai. Seolah-oleh pemerintah ke habisan akal untuk menyelesaikan permasalahan ini. sehingga banyak yang menilai pemerintah gagal mengatasi lahan terbakar.
Beberapa kalangan menilai
pemerintah amburadul menangani kasus Kebakaran Hutan dan Lahan
(Karhutla), akibatnya memberikan ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha
dan masyarakat.
Sekretaris Jenderal Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan
Keadilan (Humanika), Sya'roni, mengatakan bisa dikatakan pemerintah
telah gagal menangani bencana asap. Indikasinya, korban makin banyak
yang berjatuhan dan jangkauan asap juga makin meluas bahkan sudah
memasuki Pulau Jawa.
"Namun sayang, pemerintah tidak segera menetapkan bencana asap
sebagai bencana nasional. Terkesan pemerintah menganggap remeh. Dan
bahkan, Presiden Jokowi juga terkesan 'mencuri' panggung dengan blusukan
ke titik-titik kebakaran hutan," ujarnya dalam keterangannya, di
Jakarta, Selasa (27/10/2015).
Buktinya, lanjutnya, blusukan Jokowi hasilnya nol besar. Sebaran asap
makin meluas dan korban nyawa juga mulai berjatuhan. "Mestinya Presiden
Jokowi bertindak tegas seperti halnya yang dilakukan oleh Singapura,"
imbuhnya.
Sementara, Anggota Komisi IV DPR Fraksi Golkar Firman Soebagyo
meminta pemerintah harus mengedepankan praduga tak bersalah dalam setiap
keputusan agar tidak menimbulkan persoalan baru dikemudian hari.
Menurut Firman, penegakan hukum bagi korporasi nakal harus dilakukan,
namun tetap harus mempunyai kekuatan hukum yang pasti. Sebab jika itu
dipaksakan, investor asing akan melihat bahwa pemerintah tidak menjamin
kepastian hukum bagi investasi di Indonesia.
Diungkapkannya, berdasarkan penelusuran intelejen kebakaran hutan dan
lahan tidak terjadi begitu saja dan penyebarannya merata di hampir
semua provinsi yang memiliki sumber daya alam unggulan seperti kelapa
sawit.
Diduganya, dibalik bencana itu ada grand design yang dimainkan pihak
tertentu untuk melemahkan industri khususnya sawit dan pulp di
Indonesia. Mereka memanfaatkan ketidaktahuan dan keluguan masyarakat
dengan memanfaatkan celah pada pasal 69 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2009
yang memperbolehkan masyarakat membakar lahan dengan luasan maksimal dua
hektare per kepala keluarga.
Ketua Bidang Agraria dan Tata Ruang Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit
Indonesia (Gapki) Eddy Martono meminta pemerintah bijak dan transparan
dalam melakukan penegakkan hukum dalam mencari dalang pembakar hutan
Indonesia. "Harus dibedakan antara yang sengaja membakar, dengan yang
terbakar tidak disengaja," katanya.
Diharapkannya, pemerintah objektif, transparan, dan mempertimbangkan
efek lain pembekuan dan pencabutan izin usaha. Salah satunya, di dalam
perusahaan ada lima juta tenaga kerja yang bekerja di sektor sawit.
"Kalau nanti sanksi mencabut semua, artinya masalah baru muncul,
pengangguran bertambah dan membuat masalah baru," tegasnya.
Dukungan terhadap perusahaan sawit juga datang dari Ketua Dewan
Perwakilan Rakyat Setya Novanto yang meminta pemerintah mempertimbangkan
pencabutan izin perkebunan sawit."Harus sadar bahwa Sawit ini merupakan
salah satu faktor penguat ekonomi," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.